Selasa, 04 Desember 2012

Staccato, November 2012 "Pianolicious Moment" - Konser Edukatif Yang Sungguh Mengedukasi!

“PIANOLICIOUS MOMENT”
KONSER EDUKATIF YANG SUNGGUH MENGEDUKASI! 
Liputan Majalah STACCATO, edisi November 2012


Pada 7 Oktober 2012 bertempat di Istituto Italiano Di Cultura - Menteng, Jakarta berlangsung konser “Pianolicious Moment”. Sebuah konser yang menghadirkan siswa-siswi dari Jelia Megawati Heru, M.Mus.Edu berlangsung meriah. Konser berlangsung dalam dua sesi. Sesi pertama menampilkan siswa-siswi yang berusia anak-anak sampai remaja, pada level beginner, intermediate, dan advanced. Sedangkan sesi kedua menampilkan siswa-siswi Jelia yang telah berprofesi sebagai guru musik dan music instructor, disamping tampil pula kolega dari Jelia.

 

Berbeda dengan konser yang sering digelar, konser Pianolicious Moment adalah sebuah konser yang mengusung nilai edukatif tinggi dan berlangsung sarat nuansa edukasi.

“Life is like a piano, what you get out of it depends on how you play it.
One man gets nothing but discord out of a piano; another gets harmony.
Study to play it correctly and it will give you forth of beauty”

Dalam sambutan pembukaannya, Jelia mengatakan bahwa Pianolicious Moment bukan semata konser atau recital, melainkan sebuah proyek pendidikan musik dengan wahana piano. Yang mana Piano adalah piranti masterpiece dalam ranah musik. Konsep edukatif yang diketengahkan adalah bahwa musik piano tidaklah selalu harus bersifat klasik yang aristokrat melainkan juga bisa sangat passionate dan membumi dalam akar budaya lokal. Sekaligus mengedepankan Piano Ensemble (one piano four hands, one piano six hands, two piano four hands & two piano eight hands) - sebuah bentuk permainan bersama yang sarat dengan tuntunan laku dan moral sosial.


Ditilik dari pelaksanaanya konser Pianolicious Moment adalah upaya Jelia memberi asupan pada para muridnya. Bentuk asupan yang bukan saja teknis dan musikalitas melainkan juga semburat makna bagi kehidupan sehari-hari. Jadi tak berlebihan jika disebut bahwa konser yang Jelia adakan adalah ruang aktualisasi diri bagi para siswanya. Siapa pun mereka dengan segala kelebihan dan kekurangannya, diberi kesempatan untuk membagikan pengalaman estetisnya. Dalam hal yang paling sublim dan subtil yakni musik piano.

Bagi para siswa yang sudah berprofesi sebagai guru, konser ini juga merupakan ruang untuk berbagi pengalaman estetis. Tentu saja juga adalah ruang bagi kapabilitas teknik permainan, pengayaan pengetahuan musikal, dan tentu saja ajang ini adalah ruang bagi para guru untuk senantiasa mengasah kemampuannya agar bisa tetap perform sebagaimana layaknya seorang pemusik sejati. Hal yang sangat krusial dalam hubungannya dengan menjadi panutan bagi para siswanya.

Sesi pertama berlangsung pada pukul 4.30 sore. Audiens yang hadir dapat dikatakan cukup memadati ruangan. Mengawali sesi pertama adalah karya Ruth Ellinger “Balloon Pop Polka”. Untuk dua piano delapan tangan dengan 12 balon. Dibawakan oleh siswa-siswi dari Shining Star kota Tegal. Yang dalam konser kali ini diberi kesempatan oleh Jelia untuk mengaktualisasikan diri.

Kemudian tampil Arda Yavuzdogan, 5 tahun yang membawakan “Dr. Fist and the Black Keys”. Perlu di apresiasi secara khusus adalah penampilan Lara Yavuzdogan dan Madeline Audrey Wiguna dengan dinamika dan deksteritas prima saat memainkan “The Wild Rite & Boogie Woogie” dan “Night of Tarantella”. Juga Dirayati Fatima Turner yang sudah sampai pada taraf eksplorasi tone character. Dioputra Oepangat sempat membuat hadirin memberikan applause panjang saat membawakan “Toccata in E-flat minor, op. 24” karya Aram Khatchaturjan.

Dalam sesi pertama tampil pula duet ibu dan anak, Natasha Aurelia Chen dan Ibu Angela Darmawan. Lalu trio Madeline, Natasha dan Miss Jelia dalam memainkan Martha Mier “Agent 003”. Juga penampilan simple tapi memikat dari Michael Mamo dan Inigo Widjojo. Diperdengarkan pula Beethoven “Für Elise” yang dalam konser Pianolicious Moment saat itu dalam format yang unik, yaitu two pianos four hands oleh Eka Yuni Laheza dan Miss Jelia. 




Sesi pertama diakhiri dengan nomor atraktif “OUT…STANDING” karya Kevin Olson, dengan tiga pemain dimana seorang pemain membawakan partnya secara “out” alias berjalan-jalan sembari membunyikan note bell.

 
Exploration of music in all different kind of genre and piano ensemble form

Sesi kedua diawali dengan duet piano romantis “French Waltz” karya Eugénie Rocherolle oleh Michael Gunadi dan Jelia. Dilanjutkan “Oblivion” dari Astor Piazzolla dengan Michael Gunadi pada classical guitar dan Jelia pada piano. 

 

Kemudian Jazz piano ensemble oleh Jelia, Mery Kasiman dan Yoseph Sitompul dalam memainkan karya-karya Mike Cornick “Blues Piano Duets, Latin Piano Duets, Jazz Suite, dan 3 Pieces for Six Hands at One Piano”. Berbagai genre Jazz dibawakan dengan touch dan nuance yang sangat luar biasa dan membuat audiens tak mampu menahan diri untuk bertepuk tangan meriah.

Dilanjutkan dengan penampilan The Golden Fingers Piano Ensemble. Mereka adalah para guru piano yang di-build oleh Jelia dalam sebuah kelompok ensemble piano yang sangat solid. Golden Fingers terdiri dari Jelia, Angelica Liviana, Clarissa Rachel dan Patrisia Trisnawati, membawakan karya William Gillock “Champagne Toccata” dan Kevin Olson “Scott Joplin Rag Rhapsody”. Juga nomor kontemporer “KEMBEN” karya Michael Gunadi Widjaja dalam genre keroncong dan Dang Dut. Lalu medley lagu daerah “Soleram – Warung Podjok – Yamko Rambe Yamko” yang diaransir Michael Gunadi Widjaja dalam genre Pop dan Jazz. 


Juga tampil kolega Jelia yang terdiri dari para guru Suzuki Piano School. Mereka adalah Erny Gunawan, Carissa Kristianto dan Wely Imelda. Bersama Jelia mereka membawakan “JELIA’S TWINKLE” dari Michael Gunadi Widjaja yang materi musikalnya adalah Twinkle Twinkle Little Star; yang merupakan main method dari Suzuki Piano School.

 


Konser Pianolicious Moment dengan directed by Jelia Megawati Heru, M.Mus.Edu menyemburatkan makna “Music from Passion” yang tidak lagi terbatas dan dibatasi oleh hal-hal normatif yang kaku. Musik piano dapat menjadi sangat unik, lentur dan tetap membumi pada akar budaya lokal sekaligus membuka peluang edukasi dan moral dalam kehidupan sesungguhnya.